skip to main | skip to sidebar

Maybe this can help you

translate

What time is it?

About me

Foto Saya
Anggi Risky Pratiwi
An ordinary girl named Anggi R. Pratiwi and born at 26 May 1996. Like everything i love :D
Lihat profil lengkapku

Archivo del blog

  • ► 2014 (3)
    • ► Mei (1)
    • ► Maret (1)
    • ► Januari (1)
  • ► 2013 (13)
    • ► Desember (7)
    • ► November (5)
    • ► Oktober (1)
  • ▼ 2012 (4)
    • ► April (1)
    • ► Maret (2)
    • ▼ Januari (1)
      • Ibu, maaf

Subscribe To

Postingan
    Atom
Postingan
Komentar
    Atom
Komentar

Followers

Anggi's Story

widgets
www.fxジャパン.com
[close]

Senin, 09 Januari 2012

Ibu, maaf

"aduh, sekolah kita kotor banget, ya? Kayaknya ada anak tukang sapu, nih. Eh bersihin sekolah dengan sapu ajaibmu donk ! hahaha"

Itulah kata-kata yg selalu aku dengar. Ejekan dari teman-teman sekolahku. Ya, kata-kata itu memang menyakitkan. Tapi, itu memang kenyataanku.

Namaku Kiki. Aku duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Saat ini umurku 14 tahun. Aku lahir dari keluarga yg sederhana. Bahkan kalau aku pikir, keluargaku itu miskin. Aku anak tunggal. Kebanyakan, pasti kalau anak semata wayang bakal di manja. Tapi tidak dalam kehidupanku. Ayahku sudah lama pergi. Dia pergi tanpa rasa tanggung jawab saat ibuku masih mengandung aku. Ibuku bekerja sebagai tukang sapu di jalan. Penghasilan ibuku pun kecil. Hanya 15 rb sehari.Itu saja kalau genap.


Aku adalah anak yg tidak terlalu pintar di kelas. Aku merasa sendirian. Kadang aku tidak betah untuk sekolah. Bagaimana tidak? Teman satupun saja aku tak punya. Mereka memilih teman memandang dari harta. Kadang, hal itu membuatku berfikir negatif.Aku berfikir bahwa Tuhan itu tidak adil! Kenapa aku harus lahir di keluarga miskin? Aku belum pernah sama sekali mengambah kantin sekolah. Mau beli apa aku? Uang jajan saja aku tidak pernah di kasih. Ibu begitu pelit padaku. Alasanyya pasti buat makan di rumah dan sisanya untuk menabung. Aku lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Sekedar bermain di sungai, atau bermain dengan teman di kampungku. Aku malas dengan keadaan rumahku. Kumuh.

Sekolah. Aktifitas rutin yg slalu aku lakukan. Aku memang muak bila harus sekolah. Karena aku merasa tidak punya siapa-siapa disini. Itu yg slalu ada dalam pikiranku. Itu juga sebab yg membuat nilaiku jelek. Pikiran yg muncul adalah "Kenapa aku harus lahir di keluarga miskin?"Selalu pertanyaan ku yg terniang saat aku melihat teman-temanku.

Hari ini tak tau kenapa, aku merasa lelah sekali. Pulang sekolahpun, perutku begitu lapar. Harapan aku pulang, di rumah ibu sudah menyiapkan makanan lezat untukku. Sesampai di rumah, aku langsung menuju ke dapur. Saat aku membuka tudung saji, aku berharap makanan yg enak sudah siap aku makan. Akan tetapi,

"IBU ! IBU !" teriakku memanggil ibu.
"Ada apa nak? kenapa teriak-teriak?" tanya ibuku dengan perasaan gelisah. mungkin dia takut terjadi apa-apa denganku.
"Apa-apaan, ni? Mana makanannya? Aku lapar bu! Jadi ibu saja ga becus !" Teriakku di depan muka ibu dengan membanting bungkusan yg hanya berisi nasi putih dan telur.
"Astaga, nak. Kenapa kamu buang makanan ini? Ibu membelinya hanya satu buat kamu. Ibu membelinya dengan sisa uang ibu, nak." Jawab ibu dengan lembut dan matanya yg berkaca-kaca.
"Bodo ! Mo pake uang ibu, mo pake uang nyolong, yg penting sekarang Kiki minta ayam ! Kalau ibu ga beliin buat Kiki, Kiki akan pergi dari rumah ini!" Bentakku.
"ibu membelinya dengan uang apa, nak? Uang terakhir untuk membelikkan makanan itu untuk kamu, nak."
"Ya usaha, kek. Jual apa gitu, mo nyolong juga terserah. Bahkan kalau mau jual diripun juga ga apa-apa. Pokoknya Kiki mau makan ayam! Titik!" Ucapan ngototku tanpa peduli perasaan ibu. Akupun langsung pergi keluar rumah. Berjalan tak tau kemana.

Mungkin bagi ibuku makan nasi putih dan telur balado saja sudah cukup nkmat. Karena keseharian kami hanya makan hanya nasi putih, kadang bubur, nasi aking, terkadang sampai tidk makan. Uang yg di peroleh ibuku di tabung untuk membayar uang sekolahku. Dengan penghasilan yg sedikit, di tambah di tabung untuk sekolahku, jika dihitung sisanya tidak cukup untuk makan sehari. Jadi sebab itu yg membuat ibuku bilang kalau nasi putih dan telur balado adalah lauk yg nikmat. Ibu hanya membeli lauk itu untukku. Ibu kadang tak memikirkan dirinya sendiri. Yang dia pikirkan hanyalah ingin membuatku tersenyum pada ibu dan melihatku bahagia kelak. Ibu berharap seperti itu karena hampir tiap hari aku selalu memarahi ibu. Mungkin bisa dihitung kapan aku tersenyum pada ibuku.

Hari mulai sore. Karena perutku yg dari tadi pagi bekum makan dan terasa sangat lapar, jadi aku putuskan untuk pulang ke rumah. Itu saja dengan harapanku setiba di rumah, lauk ayam yg aku minta sudah tersedia.Perkiraanku salah lagi. Saat aku pulang, ibu tidak ada di rumah. Ah, paling masih mencari lauk itu. Ku baringkan tubuhku sembari menunggu ibu pulang. Ku mencoba menahan rasa laparku dengan tidur. Akuj berharap, bangun nanti sudah ada ayam yg aku harapkan.

Aku terbangun oleh suara adzan maghrib. Ibuku baru saja pulang. Aku langsung bangun dan mendekati ibuku.

"Mana ayamku!?" Tanyaku dengan lantang sambil menyulurkan satu tanganku ke ibu.
"Maaf, nak. Ibu hanya bisa dapat ikan ini saja." jawab ibu.
"Tapi, ibu janji. Kalau ibu dapat uang banyak, pasti ibu bakal beri kamu lauk ayam, nak."
"Apa? Nunggu ibu dapat uang banyak? Kapan bu, kapan? Udah capek Kiki  nungguin ibu dapet uang banyak! Capek bu, capek kiki!" Jawab aku dengan nada tinggi dan air mata.
"Sabar nak, ibu udah usahain. Kamu ngertiin ibu ya." Ujar ibu dengan suara lembut dan tangis.

Sore itu, kami bertengkar. Ibu hanya bisa mendengarkan celotehanku. Mendengar sambil menahan sakit atas ucapanku. Semua unek-unek yg ada di hatiku aku keluarkan semua seketika. Ibu hanya menangis. Manusia seperti apa aku ini? Masih tega memaki-maki ibu saat dia mengangis. Lauk yg ia belikan pun aku buang. Berserakan di tanah. Itu adalah lauk yg ibu beli dari hasil mencuri. Aku sempat melihat lebam di muka ibu. Mungkin karena dipukul saat ketauan mencuri. Aku tak peduli.

Aku putuskan keluar rumah. Tak tega rasanya jika memarahi ibuku terus menerus. Aku pergi dengan perasaan yg bercampur. Marah, sedih, kecewa. Di jalan, pikiranku melayang. Tak tau apa yg aku pikirkan, dan tak tau langkah kakiku membawaku kemana. Tiba-tiba, ada tetangga yg langsung memotong jalanku dengan motornya. Dia menyuruhku ikut tanpa aku tau kemana tujuannya. Aku naik motornya. Melaju dengan sangat cepat. Aku bingung, ada apa sebenarnya?

Motor berhenti. Ternyata aku dibawa ke rumah sakit. Ada apa? Kenapa aku di bawa kesini? Aku langsung diseret tetanggaku ke salah satu kamar. Disana ternyata aku menemukan ibuku tertidur. Aku langsung reflek memeluk ibuku yg terbaring. Air mataku keluar tak tertahankan. Belum puas aku memeluk ibuku, dokter datang dan menyuruh keluar.

Tetanggaku bercerita kepadaku. Ibu tergeletak di lantai. Badannya dingin. Makanya tetanggaku semua langsung panik dan membawa ibuku ke rumah sakit. Saat di bawa ke rumah sakit, ibu masih sempat memanggil namaku. Kiki, Kiki, dimana kamu, nak? Maafkan ibu. Seperti itulah kata yg di ucap ibuku.

Hatiku langsung terenyuh. Jantungku serasa berhenti detak. Ibu, masih sempat ia memikirkanku setelah ku maki-maki. Masih sempat menghawatirkanku setelah pengorbanannya tak ku anggap. Masih sempat ia memanggil namaku dalam keadaannya yg seperti itu. Makhluk Tuhan macam apa aku ini? Egoisnya aku terhadap ibuku. Beginikah sikapku membalas kebaikan ibuku?

Dalam kebingunganku dan tangisku, dokter keluar. Spontan aku langsung mendekati dokter dan menanyakan keadaan ibu. Dokter menenangkanku dengan mengelus bahuku. Dia menyuruhku untuk duduk. Dia menceritakan apa yg menyebabkan ibuku bisa berada disini. Dokter mengatakan bahwa ada iritasi di lambung ibuku. Lambung ibuku bergesekan karena tak ada makanan. Serta, tekanan jantungnya yg tinggi. Juga ditemukan lebam-lebam di tubuh ibuku. Itu yg membuat keadaan ibu parah.

Bekas lebam? Berarti benar yg ku lihat di wajah ibu. Itu benar berarti kalau bekas pukulan. Apa yg menyebabkan ibu seperti itu? Apakah lauk yg dibelinya untuk aku benar hasil curian? Ibu, kenapa kau harus melakukan seperti ini?

Penasaran dengan keadaan ibu, aku bertanya lagi pada dokter. Dokter hanya diam dan menundukkan kepala. Agak lama, kemudian dokter bilang, bahwa nyawa ibu tidak bisa di tolong lagi. Aku shock. Aku langsung berlari menuju jenasah almarhumah ibuku. Ibuku hanya diam. Ku lihat bekas tangisannya dan air mata yg masih ada di mata ibuku. Begitu menyakitkannya.

Aku kini kehilangan sosok ibu. Ibu yg slalu hadir dalam hariku. Ibu yg tabah membesarkanku. Ibu yg dengan perjuangan melahirkanku. Ibu yg rela mencuri untuk aku. Aku kini sadar. Aku tak seharusnya memaki-maki ibu. Perjuangannya begitu besar padaku. Harusnya aku sadar aku tak bisa membalasnya. Kini aku harap, semoga ibu di terima di sisinya. Amin.

Pesan : Seperti apa pekerjaan ibu kita, seperti apapun keadaan kita, apapun yg ibu berikan ke kita, syukurilah. Karena itu adalah sebagian nikmat surga. Pengorbanan ibu mungkin takkan terihat. Tapi pasti kan terasa. Sayangilah ibu kalian :)
Diposting oleh Anggi Risky Pratiwi di 10:34 AM
Label: Cerita Online

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

Blog Design by Gisele Jaquenod